Candi Tikus
Bangunan ini terbuat dari batu bata merah dengan ketinggian sekitar 5 meter, panjang 25 meter dan lebarnya 23 meter ini konon dahulunya adalah taman air yang menjadi tempat bersuci dari putri-putri kerajaan Majapahit. Ada mitos yang mengatakan bahwa air yang mengalir di Candi Tikus bersumber dari Gunung Mahameru. Sampai sekarang masih ada petani yang mempercayai air yang ada di Candi Tikus dapat digunakan sebagai penolak atau pengusir hama tikus di sawah. Candi ini mudah untuk dicapai baik dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Terletak di Desa ANDI BRAHU (TROWULAN)
Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya Mojokerto—Jombang.Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.
Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan berketinggian 20 meter.
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Diperkirakan, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.
Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok bertanggal 9 September 939 (861 Saka), Candi Brahu disebut merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Hal ini diverifikasi setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.Diduga di sekitar candi ini banyak terdapat candi-candi kecil. Sisa-sisanya yang sebagian sudah runtuh masih ada, seperti Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong. Saat penggalian dilakukan di sekitar candi banyak ditemukan benda benda kuna, semacam alat-alat upacara keagamaan dari logam, perhiasan dari emas, arca, dan lain-lainnya.
Berikut Beberapa Gambar Candi Brahu (Trowulan) :
Temon Kec. Trowulan dan tidak jauh dari lokasi situs Candi Bajangratu.CANDI MINAK JINGGO (TROWULAN)
Situs Candi Minak Jinggo (sebutan masyarakat setempat), terletak di Desa Ungah-unggahan, Trowulan, sebelah Timur kolam Segaran, yang saat ini hanya tinggal reruntuhan candi yang terbuat dari bahan batu andesit, sebuah bahan bangunan candi yang tidak lazim dipergunakan pada candi-candi di kawasan Trowulan, yang sebagian besar mempergunakan bahan dasar batu bata merah.
Dari lokasi reruntuhan candi ini telah ditemukan sebuah arca Garudha, namun oleh masyarakat setempat dan berita-berita tradisi disebutkan sebagai arca Menak-Jinggo. Ditilik dari motif dan model ragam hias pada relief-relief candi yang masih tersisa, terlihat jelas bahwa candi tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1977, pernah dilakukan upaya penggalian percobaan dan dilanjutkan sejak tahun 2007 yang diasumsikan memerlukan waktu beberapa tahun untuk dapat menyelesaikannya.
Berikut ini adalah sktesa candi Minak-Jinggo pada awal ditemukannya.
Ditilik dari keterangan sketsa tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa candi ini merupakan Candi Hindu yang berasal dari masa Majapahit.
Berikut Beberapa Gambar Candi Minak Jinggo (Trowulan) :
CANDI GENTONG TROWULAN
Candi Gentong terletak di Dusun Jambumente Desa Bejijong Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Sekitar 1 Km dari Pusat kota kecamatan arah utara.
Bangunan Candi Gentong berupa kaki candi berdenah bujur sangkar berukuran 23.5 x 23.5 meter sedangkan tingginya 2.45 m dengan pintu masuk menghadap ke barat.
Pada saat penggalian banyak ditemukan artefak-artefak berupa pecahan keramik dna dari masa dinasti Yuan dan Ming, fragmen tembikar, mata uang cina, emas, stupika (Benda berbenturk Stupa) dan archa budha.
Dibangun pada masa pemerintah Prabu Hayam Wuruk untuk upacara Sraddha memperingati Tribuwana Wijaya Tungga Dewi yang tidak lain adalah ibunda Hayam Wuruk.
Maksud upacara ini adalah untuk memohon kesejahteraan pemerintah. Candi Gentong adalah bukti besarnya toleransi beragama pada masa itu, terbukti bahwa agama Hindhu dan Budha dapat bersanding dan mendapatjkan pengakuan pemerintah.
Berikut Beberapa Gambar Candi Gentong (Trowulan) :